#Tuhan…Peluk aku#
Sebelum
semua menjadi panjang, mari kita introspeksi terlebih dahulu. Siapa manusia di
dunia ini yang tidak pernah berbuat kesalahan? Mencari manusia yang tidak
pernah salah sama halnya mencari manusia yang hidup di dalam air, hampir sudah
dapat dipastikan tidak ada. Sehebat dan sebaik apa pun manusia pasti pernah
berbuat salah. Tidak ada manusia yang putih bersih seperti kertas dan mulus
sehalus sutra. Semua pasti ada “celahnya”, karena bagaimana pun tidak ada
manusia yang sempurna. Bahkan kita tahu, bahwa nabi atau pun rosul yang disebut
sebagai manusia terbaik diantara manusia yang baik pun tidak terlepas dari yang
namanya salah.
Manusia
diciptakan dengan dua potensi besar dalam dirinya, yaitu potensi untuk berbuat
baik (taat) dan potensi untuk berbuat buruk (melanggar). Memang benar, bahwa
manusia adalah mahluk yang paling sempurna jika dibandingkan dengan mahluk
ciptaan tuhan yang lainnya. Hal ini terlebih karena kita diciptakan dengan
akal, hawa nafsu, dan berserta kelebihan-kelebihan yang kita punya. Namun
kelebihan yang dimiliki ini tidak lantas membuat kita (manusia) menjadi
sempurna. Karena adakalanya sifat manusia yang dinamis membuatnya berubah-ubah.
Pada satu waktu potensi untuk berbuat baik terkadang akan melemah sehingga terbuka
lah kemungkinan potensi untuk berbuat buruk yang lebih besar. Saat itu terjadi
maka terciptalah kesalahan atau keburukan dari manusia.
Kesalahan
atau keburukan yang diciptakan ini adalah masalah. Sekali lagi sebuah
keniscayaan apabila ada manusia di dunia ini yang tidak mempunyai masalah (baca pernah berbuat salah). Apabila ada, tunjukkan kepada saya dan saya akan berguru
kepadanya (sayang itu tidak akan pernah terjadi, karena tidak akan ada manusia
seperti itu). Manusia memang sangat rentan terhadap perbuatan salah. Tapi yang
terpenting bukanlah karena kita pernah salah, melainkan bagaimana kita
memperbaiki kesalahan itu sendiri. Menjadi yang terbaik itu penting, tapi akan
lebih penting untuk menjadi yang lebih baik. Tidak peduli kesalahan apa yang
pernah kita lakukan (sebesar apa pun itu), yang terpenting kita harus
memperbaikinya. Seperti halnya fitrah dari masalah yang harus dicari solusinya.
Dan solusi atas kesalahan adalah tobat, berhenti melakukannya dan berjanji
tidak akan pernah mengulanginya lagi.
Lantas
apakah tuhan akan menerimanya? Itu bukan wilayah kita, itu bukan ranah kita.
Kewajiban manusia adalah bertobat sedangkan hak untuk menerima atau menolak
adalah urusan tuhan.
Terkadang
kita sebagai manusia terlalu sombong, kita terlalu sombong untuk mengakui
kesalahan yang telah kita perbuat. Terkadang kita terlalu sombong karena memiliki
akal yang seolah-olah tanpa batas. Kesombongan intelektual yang kemudian
meniscayakan sebuah kesalahan karena menganggap kita masih yang hebat. Padahal
ilmu yang kita miliki hanyalah setetes air diantara luasnya samudera (ilmu
tuhan). Terkadang Kita sombong seolah masih akan memiliki waktu dan kesempatan untuk
bertobat di lain hari. Seolah-olah akan hidup seribu tahun lagi. Padahal kita
tidak pernah tahu tentang rahasia usia manusia. Kadang kita lupa atau bahkan
sengaja melupakan, bahwa waktu terus berputar. Pagi menjadi malam, hari menjadi
minggu, dan bulan menjadi tahun. Tanpa kita sadari waktu terus berlalu sampai
batas waktu akan bertemu. Kata-kata bijak mengatakan “kamu tidak perlu menunggu
waktu yang tepat untuk berubah, karena kematian tidak akan menunggu kamu untuk
berubah”.
Lantas masih pantas kah kita menyombongkan diri? Jika usia, kecerdasan, waktu, atau apa pun yang kita miliki tidak layak untuk disombongkan. Lantas masih pantas kah kemudian kita merasa benar? Merasa tidak mempunyai kesalahan sedikit pun? Tuhan, jika itu yang terjadi, tunjukkanlah jalanmu, engkau adalah penguasa hati manusia. Aku sadar, bahwa aku bukanlah orang ‘baik’. Banyak sekali kesalahan yang sudah aku perbuat. Pada titik ini aku meminta, tolong ‘peluk’ aku. Aku tahu tidak ada yang lebih menenagkan dari pada bisa lebih dekat denganmu. Tidak ada yang lebih menyenagkan dari pada dapat bermunajat kepadamu.
Sekarang
aku tahu kegelisahan jiwa, kegundahan hati, dan ketidak tenangan dalam hidup
terlebih karena banyaknya kesalahan yang telah aku perbuat. Dan jika itu
terjadi kepadamu maka lihatlah kembali seberapa dekat antara kamu dengan
tuhanmu.