“Tuhan,
aku ingin menjadi biasa...”
Hidup
adalah sebuah perjalanan panjang dan
berliku. Sebuah perjalanan yang penuh akan kemisteriusan. Dalam hidup ini kita
tidak pernah tahu apa yang ada di depan kita. Kita tidak tahu, apakah akan
menghadapi gunung dan mendaki, ataukah kita akan bertemu dengan sungai dan
mengarunginya. Kita juga tidak pernah tahu apa yang akan terjadi, esok, nanti,
atau bahkan satu detik kedepan, kita tidak tahu. Kita pun tidak tahu apakah
masih akan dapat bersua lagi dengan hidup atau tidak. Ketidak tahuan inilah
yang kemudian membuat kita (sebut manusia) menjadi kecil dan tak berdaya di
hadapannya (tuhan) yang maha perkasa dan maha tahu akan segalanya. Kami memang
tidak tahu semua tentangmu dan rahasiamu, tapi yang kami tahu engkau adalah maha
di atas yang maha, tuhan. Engkau adalah pemilik dari segalanya, dunia seisinya
dan bahkan semua tata surya, engkau yang berkuasa. Kami juga tahu engkaulah
yang maha menentukan segalanya tuhan. Jodoh, umur, takdir, semua engkau yang menentukan. Kami boleh
berencana, tapi tetap rencanamu adalah yang terbaik tuhan (Allah is the best of planners). Kami tahu itu..dan satu yang lebih
kami tahu, engkau adalah maha pengasih lagi maha penyayang, engaku juga maha
mendengarkan segala do’a hambamu. So, please dengarkan suara hati hambamu yang
kecil ini.
Terkadang
hambamu merasa, jalan hidup yang engkau berikan ini terlalu berat tuhan. Bahkan
sesekali terlintas, ini semua tidak adil. Kenapa harus aku..??kenapa..??. Aku
tahu engkau tidak akan memberikan cobaan melebihi dari kemampuan hambamu. Aku juga
tahu, orang-orang yang engkau coba lebih, adalah orang-orang terpilih dan kau
anggap mampu. Namun sekali lagi, kenapa aku..??kenapa tidak yang
lainnya..??kenapa..??jawab tuhan..please..memang engkau tak pernah menjanjikan
hidup ini mudah, tapi engkau berjanji akan selalu ada disisi kita kan? Engkau
ada dekat, bahkan lebih dekat dari nafas dan denyut nadi kami. So..please jawab
tuhan..jangan biarkan hambamu berkelana dalam pikiran liar yang kami ciptakan. Bahkan
kalau pun hamba boleh meminta, hamba hanya meminta dalam setiap do’a ‘aku ingin
menjadi orang yang biasa-biasa saja, kalau hamba boleh memilih hamba tidak mau
menjadi yang terpilih’. Aku tahu ini konyol, karena aku tahu engkau adalah maha
pengatur segalanya, jadi mana mungkin engkau mau di atur. Apalagi diatur oleh
hambamu yang kecil ini. Namun, please dengarkan permintaanku ini tuhan. Kalau
pun ini adalah sesuatu yang salah, maka tunjukkanlah jalan yang benar. Kepada
siapa lagi aku akan berkeluh kesah dan mengadu ini semua kalau tidak dengan
engkau yang maha mendengar dari para pendengar yang ada. Kepada siapa lagi aku
akan bersimpuh dan menyandarkan kepala jika tidak ada yang lebih luas dan
lapang dari kebesaranmu tuhan.
Aku
tahu, di tengah keragu-raguan ini terdapat sebuah kepercayaan yang mendalam
terhadapmu. Karena aku tahu, aku merasa ragu karena aku bisa merasa percaya.
Seperti halnya aku dapat mengetahui gelap kerana aku tahu ada cahaya dan
terang. Aku percaya tuhan, engkau tidak akan membiarkan hambamu begitu saja, karena
aku tahu engkau amat mencintai ciptaanmu. Begitu juga seharusnya aku harus
mencintaimu dan bersyukur atas apa yang telah engkau berikan. Aku tahu, engkau
tidak memberikan apa yang kita inginkan melainkan memberikan apa yang kita
butuhkan. Aku tahu tuhan, ketika aku meminta menjadi orang yang kuat maka
engkau memberikan masalah yang aku butuhkan untuk menjadi kuat. Aku tahu..jadi
tidak adil rasanya jika aku hanya bisa mengeluh dan meminta, walaupun memang
itu tidak salah dan wajar karena kepada siapa lagi aku akan mengeluh dan
meminta jika tidak kepadamu. Tapi sekarang aku tahu, nikmat hidup yang engkau
berikan begitu luar biasa tuhan. Diantara ribuan bahkan jutaan sel, engkau
memilihku untuk menjadi pemenang dan berhak atas nikmat hidup yang tidak
didapatkan oleh sel-sel lainnya. Engkau memberikan apa yang aku butuhkan untuk
hidup. Engkau memberikanku oksigen sehingga aku bisa bernafas, engkau
memberikanku sumber makanan sehingga aku bisa bertahan hidup, dan bahkan engkau
memberikanku malaikat yang akan senantiasa menjagaku, IBU. engkau memberikanku
segalanya, bahkan memberinya dengan Cuma-Cuma tampa aku harus memintanya tuhan.
Nikmat yang engkau berikan dan yang telah aku nistakan itu luar biasa besar
tuhan.
Aku tahu
sekarang tuhan, jawaban dari semua pertanyaanku tadi hanyalah satu, BERSYUKUR.
Dan engkau telah menjawabnya dengan cara yang sangat halus tanpa aku sadari.
Dan ketika aku menyadarinya, aku tahu betapa engkau mencintai hambamu ini.
hidup ini adalah kepingan-kepingan puzle yang apabila disatukan akan menjadi
sesuatu yang indah. Terkadang aku dengan segala keterbatasanku menganggap ini
semua tak adil, namun sekarang aku sadar ini begitu adil. Maafkan hambamu ini
tuhan, yang hanya melihat semua dengan sebelah mata. Hanya melihat sakit
diantara sehat, hanya melihat sedih diantara bahagia, hanya melihat derita
diantara nikmat, hanya melihat titik hitam di atas putih yang begitu luas. Dan
bahkan ketika aku hanya merasakan sakit dan derita dalam hidup, aku percaya dengan
janjimu bahwa akan ada nikmat yang lebih kekal diakhirat. Aku percaya itu
tuhan, karena engkau tidak akan pernah ingakar dengan janjimu. Sekali lagi
maafkan hambamu ini tuhan, karena telah menistakan nikmatmu.
Sebenarnya
malaikatmu (sebut IBU) sudah mengajarkan dan mengingatkanku, tapi mungkin aku
tidak menyadarinya. Ibu pernah mengajarkanku memasak, dia memintaku mengambil
telur, terigu, mentega, dan gula. Setelah itu beliau memintaku untuk mencoba
rasanya telur. Hambar, amis, dan pasti tidak enak. Setelah itu ibu memintaku
untuk mencicipi rasanya terigu, hambar. Tidak berhenti disitu, ibu memintaku
mencoba rasanya mentega, asin, manis, aneh. Setelah itu ibu bertanya kepadaku
“bagaimana rasanya ketiga benda itu? Aku dengan tegas menjawabnya ‘gak enak’..”.
baik, sekarang kamu cicipi gula, bagaimana rasanya? Aku pun menjawab ‘manis,
enak’. Oke, baik sekarang kita olah semua bahan itu. Setelah semua bahan itu
dicampur dan diolah, jadilah sebuah roti. ‘sekarang kamu coba rasanya, bagaimana?
Enak, bahkan lebih enak dari sekedar gula saja. Ibu pun berkata, inilah
perumpamaan hidup nak, jika kita hanya melihat hidup dengan cara
sepotong-sepotong (masalah saja: mentega, telur, dan terigu, atau nikmat saja:
gula) maka rasanya tidak enak. Namun jika kamu mampu melihatnya secara utuh maka
rasanya akan menjadi lebih nikmat dan sedap, bahkan lebih sedap dari sekedar
nikmat saja.
Sekali
lagi terima kasih atas segala nikmatnya tuhan..dan sekarang aku ralat
perkataanku di atas “Tuhan, aku ingin
menjadi yang terpilih”...