MADURA,
anda pasti sudah tidak asing lagi dengan nama salah satu pulau di Indonesia tersebut.
pulau yang identik dengan garam, carok, karapan sapi, dan bahasa daerah yang
khas ini sudah terkenal dihampir seluruh pelosok negeri. Disamping karena budaya
dan sumber daya alam yang dimiliki, nama Madura menjadi terkenal terlebih juga
dikarenakan banyaknya orang Madura yang merantau ke berbagai daerah. Banyaknya
perantau dari madura kerap kali juga membuatnya disebut-sebut sebagai “chinanya”
Indonesia, karena dihampir setiap daerah di Indonesia pasti ada orang madura,
ini hampir sama dengan orang china yang konon menyebar di berbagai Negara. Ketenaran
namanya dan budaya yang dimiliki membuat madura dikenal oleh banyak orang.
Namun menariknya kebanyakan orang justru lebih mengenal madura dengan budaya
dan orang-orangnya yang “keras”. Begitu juga dengan saya, saya yang tinggal di kota
yang cukup jauh dari madura, selama ini selalu mengidentikkan madura dengan budayanya
yang “keras”. Hingga akhirnya pada suatu saat saya berteman dengan orang madura
dan berkunjung langsung ke pulau garam tersebut. Kearifan lokal yang dimiliki
masyarakatnya dan keindahan alamnya menurut saya adalah sebuah kekayaan yang
sangat luar biasa. Hingga akhirnya saya merasa bahwa pesona pulau garam telah
membuat saya jatuh hati dan sedikit demi sedikit mengikis konotasi “negatif”
mengenai pulau ini dalam benak saya.
Pada
lain kesempatan, saya lagi-lagi mendapat kehormatan untuk dapat mengunjungi
pulau ini, tepatnya pada selasa tanggal 31 oktober 2012. Pada saat itu saya
harus melakukan perjalanan yang sangat melelahkan dari kota “apel” Malang
menuju pulau “garam” Madura. Bayangkan, saya harus menempuh perjalanan kurang
lebih selama delapan jam perjalanan dengan mobil. Memang ini bukanlah pertama
kalinya saya ke madura, namun dalam kesempatan ini pula, lagi-lagi pulau madura
menebar pesonanya sehingga saya pun mulai menemukan sisi lain dari pulau ini. Pesona
keindahan pulau ini telah membuat saya berdecak kagum. Keindahan itu sudah
terasa ketika perjalanan saya mulai memasuki area jalan tol jembatan suramadu
yang merupakan salah satu pintu masuk menuju pulau madura dari kota Surabaya.
jembatan yang berdiri begitu megah dan kokoh meyapa saya dengan gemerlap warna-warni
lampu di malam hari yang menyejukkan mata. Tidak berselang lama, lagi-lagi mata
saya disuguhi oleh pemandangan yang begitu indah. Malam itu saya dapat melihat
birunya air laut yang terpancar oleh sinar bulan yang luar biasa indahnya.
Tidak
hanya dengan keindahan alamnya yang membuat saya terpesona, namun kearifan lokal
yang ada telah semakin membuat saya mengerti tentang madura itu sendiri. Selama
perjalanan saya melihat ada beberapa hal yang menurut saya menarik dan unik.
Salah satunya adalah ketika disepanjang perjalanan setelah memasuki pulau madura
saya disambut dengan orang-orang yang mengenakan sarung. Uniknya itu tidak
hanya segelintir orang, namun hampir semua orang, dari anak-anak, remaja,
bapak-bapak, sampai kakek-kakek sekalipun. Konon katanya orang-orang tersebut
mengenakan sarung bukan lantaran ada kegiatan keagamaan saja melainkan memang
sudah menjadi kebiasaan dalam kesehari-hariannya. Hal ini membuat saya
bertanya-tanya, “kenapa orang madura sangat lekat dengan salah satu alat ibadah
khas Indonesia tersebut?” dengan diselimuti rasa penasaran, akhirnya saya
beranikan diri untuk menanyakan pada salah satu orang disana.
Jawabannya
pun sangat mengagumkan, menurutnya sarung tidak hanya alat untuk beribadah
saja, melainkan sudah menjadi bagian dari madura itu sendiri. Sarung dijadikan
sebagai identitas dirinya sebagai seorang muslim. Sarung adalah lambang “spiritualitas”,
yang menunjukkan kultur islam di Madura yang masih sangat kuat. Sehingga sarung
telah melebihi fungsinya sebagai alat ibadah saja melainkan juga sudah menjadi
identitas Madura itu sendiri. Menurut saya inilah salah satu sisi lain dari
pesona pulau garam.
Saya
memang bukan orang madura dan belum tahu banyak tentang madura, tetapi
perjalanan saya sudah sedikit banyak menyadarkan saya tentang madura.
Menyadarkan saya untuk menghargai budaya, dan melihatnya secara utuh. Ibaratnya
gajah tidak akan nampak seperti gajah dan hanya terlihat belalainya apabila
kita hanya melihatnya dari depan. Begitu juga tidak akan tampak seperti gajah
dan hanya terlihat ekornya apabila kita hanya melihatnya dari belakang, karena
gajah akan tampak seperti gajah apabila dilihat secara keseluruhan. Begitu juga
dengan madura, madura hanya akan tampak “kerasnya” apabila kita hanya melihat
sifatnya saja, tetapi madura akan tampak layaknya madura apabila kita melihat
semua pesonanya.