Sedikit Sharing hasil diskusi pagi kemarin di kantor. Diskusi kami membahas soal popok. Ya betul, popok. Anda memang tidak sedang salah baca atau saya juga tidak sedang salah ketik atau 'typo'. Kenapa popok? Popok bukan lagi hanya menjadi urusan para emak-emak saja, tapi saat ini popok sudah menjadi urusan gubernur, negara, bahkan dunia. Loh..kok bisa?
Adanya popok sekali pakai memang
dirasa sangat membantu para ibu yang masih memiliki bayi atau balita. Apalagi
bagi para ibu yang tidak memiliki banyak waktu dan mengerjakan pekerjaan rumah
sendiri tanpa bantuan babysitter. Keberadaan Popok sekali pakai menawarkan solusi
tepat untuk setidaknya mengatasi masalah seringnya mengganti celana ketika bayi
buang air. Ini seperti paket komplit, mudah, murah & praktis. Mudah
mendapatkannya, murah harganya, dan praktis cara pakainya. Alih-alih ingin mendapatkan
paket komplit tadi, tapi justru mengorbankan faktor lain yang tidak kalah
penting, yaitu soal lingkungan.
Banyaknya penggunaan popok sekali
pakai sayangnya tidak disertai dengan kesadaran sekaligus kecakapan pengelolaan
limbah setelah pemakaian. Bayangkan, dijawa timur saja terdapat 800.000 bayi
usia 0 sampai 3 tahun, dan setiap bayi rata-rata memakai 4 popok sehari, sehingga
diperkirakan 3,2 juta popok digunakan setiap harinya di jawa timur. Ingat, itu
baru satu hari dan hanya di jawa timur, belum di daerah yang lain. Bayangkan
berapa banyak limbah popok sekali pakai yang ada di Indonesia dalam 1 hari, 1
minggu, 1 bulan, atau bahkan 1 tahun? Silahkan hitung sendiri. Ironisnya lagi sampah
popok sekali pakai tidak semuanya dikelola dengan baik. Kebanyakan justru
memenuhi sungai, saluran air, atau bahkan laut. Menurut riset Bank Dunia pada
2017 popok sekali pakai menjadi penyumbang sampah terbanyak kedua di laut
setelah sampah organik. Padahal kita tahu bahwa bahan popok sekali
pakai mempunyai potensi untuk dapat mencemari lingkungan dan bahkan dapat mengganggu
kesehatan manusia.
Dampak yang sudah pasti terlihat apabila
sampah popok dibuang di sungai atau laut
adalah akan adanya kemungkinan kerusakan atau tercemarnya lingkungan
yang juga merupakan habitat dari berbagai ikan dan makhluk hidup yang lainnya. Salah satunya yang sudah terjadi adalah berubahnya kodrat ikan.
seperti yang ditemukan di sungai brantas, bahwa ditemukan sekitar 20% ikan
disana mengalami intersex, atau satu tubuh ada 2 kelamin. Belum lagi soal
ditemukannya kandungan mikroplastik dalam tubuh ikan. Dimana diperkirakan
sekitar 80% ikan di sungai brantas ketika dibelah perutnya maka ditemukan
kandungan mikroplastik di dalamnya. Bayangkan apabila itu dikonsumsi oleh tubuh
manusia, maka lambat laun pasti akan menimbulkan gangguan kesehatan.
Apa yang melatar belakangi dan
bagaimana solusinya?
Ini adalah hasil diskusi kami:
Yang melatar belakangi perilaku
membuang sampah disungai:
- Adanya faktor ketidak tahuan dari masyarakat tentang dampak dan bahanya membuang sampah popok sembarangan.
- Adanya mitos atau budaya turun temurun di masyarakat bahwa popok itu jangan dibakar atau dibuang ditempat sampah, tapi harus dibuang disungai agar sikecil tidak suleten (sakit gatal).
- Ketidak tahuan masyarakat tentang cara tepat pengelolaan limbah/sampah popok setelah pemakaian.
Solusinya:
Setidaknya ada empat hal yang
dapat dilakukan berdasarkan hasil diskusi kami, yaitu:
- Mendorong para orang tua untuk mengurangi pengguanaan popok sekali pakai. Karena bagaimana pun pada dasarnya popok sekali pakai diperuntukkan untuk kondisi tertentu (misal ketika dalam perjalanan atau ketika ada acara) bukan untuk digunakan dalam keseharian. Dengan begitu maka diharapkan dapat menekan jumlah sampah popok yang ada.
- Memberikan edukasi kepada masyarakat tentang cara perlakuan pada popok yang telah dipakai. Dimana popok harus dibersihkan dan dibuang di tempat sampah (kalau bisa disediakan tempat sampah khusus popok)
- Memberikan edukasi kepada masyarakat mengenai dampak dan kerugian apabila membuang sampah di sungai atau disaluran air.
- Mendorong pemerintah untuk membuat regulasi mengenai penangan sampah (salah satunya sampah popok) agar dapat dikelola dengan lebih profesional. Misal dibuatkan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa).
Ini adalah
hasil diskusi yang kami lakukan. Kami memang bukan ahli dibidang ini. Kami
hanya bagian dari masyarakat yang juga merasa gelisah akan masalah ini dan
berharap dengan diskusi dapat memicu kepedulian, terlebih kepedulian dan
kesadaran dari kami dan orang disekeliling kami terlebih dahulu. Terima kasih.