Malam
ini saya benar-benar tidak bisa memejamkan mata. Pikiran saya berkelana, entah
kemana dan entah apa yang dicari. Sampai tanpa sengaja saya melihat sebuah
video di You tube dengan judul “Pengajian Cak Nun Terbaru Full Lucu-Mencari apa
yang benar, bukan siapa yang benar”. Video ini adalah dokumentasi dari acara
pengajian, diskusi, kemesraan atau apalah sebutannya. Ketika saya melihat
tayangan ini untuk pertama kalinya saya langsung tertarik, kenapa? Pertama, karena
judul yang diangkat dalam acara ini yang menurut saya cukup kontroversial,
yaitu “Kongres Ummat Meh-Islam. “Meh” adalah bahasa jawa yang kurang lebih
artinya hampir. Sedikit saya uraikan pejelasan terkait judul di atas. Emha
Ainun Najib atau yang sering dikenal Cak Nun menjelaskan bahwa “meh-Islam” ini
lebih kepada pengakuan kita kepada keislaman kita. Kita dapat menyatakan dan
meyakini bahwa kita adalah islam atau muslim, tetapi kita belum tentu menjadi
seorang muslim, karena belum tentu Allah mengakui keislaman kita. Sehingga kita
hanya berusaha untuk (mudah-mudahan) menjadi seorang muslim, dan Allah lah yang
akan memberikan legalitas kepada kita sebagai seorang muslim atau tidak. Ehm,
saya tahu ini akan sangat sensitif dan memancing berbagai tanggapan, dan saya
tidak akan memperpanjangnya karena yang membuat saya sangat tertarik bukan
judul di atas melainkan tema acara tersebut yaitu “Mencari apa yang benar dan
bukan siapa yang benar”. Kalimat ini begitu mengusik pikiran saya sehingga saya
bermaksud untuk membuat ulasan dari kalimat ini.
Mencari
apa yang benar dan bukan siapa yang benar, secara umum saya setuju dengan
kalimat tersebut. Menurut saya, kalimat ini sangat sesuai apabila digunakan
dalam konteks kegiatan berdiskusi. Karena yang sering terjadi selama ini ketika
berdiskusi, kita seperti mencari siapa yang benar antara pendapat saya, anda,
atau yang lain dan bukan mencari apa yang sebenarnya benar. Jadi, tidak mengherankan
apabila selama ini kita sering menemukan perselisihan dan perdebatan. Kita
hanya sibuk mencari siapa yang benar antara hasil quick count versi prabowo dan versi jokowi, antara PSSI dan MENPORA,
antara POLRI dan KPK, antara saya dan yang bertolak belakang dengan pendapat
saya, atau antara siapa pun juga. Sekali lagi kita hanya sibuk dengan siapa dan
bukan apa. Sabrang (vokalis letto yang tidak lain adalah anak Cak Nun)
memberikan ilustrasi dalam video tersebut, jika ada 7 orang diminta untuk
menggambar bunga, maka kita akan mendapatkan 7 gambar yang berbeda. Pertanyaannya,
dari ketujuh gambar tersebut mana yang benar? Semuanya benar, berdasarkan sudut
pandang masing-masing. Terus, apa yang benar? Yang benar adalah bunga itu
sendiri, karena bunga itu sendirilah yang paling dapat merepresentasikan
dirinya. Dari sini kita dapat melihat, bagaimana jika kita hanya melihat siapa
yang benar dan bukan apa, karena kita akan mendapatkan kebenaran yang berbeda
berdasarkan sudut pandang masing-masing dan bukan kebenaran itu sendiri. Jadi,
temukanlah bunga atau jadilah bunga yang sebenar-benarnya bunga dengan
mengumpulkan berbagai sudut pandang sampai kita benar-benar yakin seperti
itulah bentuk bunga atau bahkan sampai kita tahu bahwa itulah bunga.
Anda
boleh setuju, boleh juga tidak setuju dengan pendapat di atas karena kita
sedang mencari apa yang benar dan bukan siapa yang benar. Sebenarnya saya lebih
tertarik untuk membahas kebenaran itu sendiri, tetapi mungkin tidak ditulisan
saya saat ini, mungkin nanti ditulisan saya selanjutnya. Apa sih arti benar?
Dan seperti apa sih yang dikatakan benar? Kita tahu, bahwa sudah banyak sekali
teori tentang kebenaran yang berusaha mengungkap kebenaran itu sendiri. Ada
kebenaran yang sifatnya relatif, sehingga kita bisa mengatakan, apa yang
menurut kita benar belum tentu benar menurut orang lain, tetapi ada juga
kebenaran absolut. Ada kebenaran berdasarkan sifatnya dan ada kebenaran berdasarkan
tingkatannya. Apa yang kita anggap benar saat ini belum tentu benar di waktu
yang akan datang. Dulu manusia meyakini kebenaran bahwa bumi itu datar, tapi seiring
berjalannya waktu kemudian kita meyakini bahwa bumi tidak datar melainkan
bulat. Saat ini yang diyakini benar adalah sesuatu yang dianggap benar oleh
banyak orang, sehingga kita dapat mengatakan ini benar, ini salah. Tetapi
persoalannya, apakah yang dianggap benar oleh banyak orang itu adalah benar-benar
benar? Ataukah justru yang dianggap salah itu yang benar?, seperti kasus bumi
di atas. Apakah selalu yang mayoritas itu benar dan minoritas salah? Ataukah
justru tidak selamanya juga mayoritas itu benar karena bisa jadi yang sedikit
atau minoritas justru yang benar? Karena pada dasarnya kita manusialah yang
menciptakan nilai-nilai dan batasan kebenaran sesuai dengan sudut pandang dan
latar belakang masing-masing. Semoga kita dapat membahas ini lebih lanjut dalam
tulisan saya selanjutnya. (Senin, 27 April 2015)