Hidup terlalu singkat jika hanya menyesal. Hidup hanya sekali, Namun jika digunakan dengan baik, sekali saja sudah cukup.

Monday, 27 April 2015

“Mencari Apa Yang Benar Dan Bukan Siapa Yang Benar”

02:32 Posted by dhiny dewantara
Malam ini saya benar-benar tidak bisa memejamkan mata. Pikiran saya berkelana, entah kemana dan entah apa yang dicari. Sampai tanpa sengaja saya melihat sebuah video di You tube dengan judul “Pengajian Cak Nun Terbaru Full Lucu-Mencari apa yang benar, bukan siapa yang benar”. Video ini adalah dokumentasi dari acara pengajian, diskusi, kemesraan atau apalah sebutannya. Ketika saya melihat tayangan ini untuk pertama kalinya saya langsung tertarik, kenapa? Pertama, karena judul yang diangkat dalam acara ini yang menurut saya cukup kontroversial, yaitu “Kongres Ummat Meh-Islam. “Meh” adalah bahasa jawa yang kurang lebih artinya hampir. Sedikit saya uraikan pejelasan terkait judul di atas. Emha Ainun Najib atau yang sering dikenal Cak Nun menjelaskan bahwa “meh-Islam” ini lebih kepada pengakuan kita kepada keislaman kita. Kita dapat menyatakan dan meyakini bahwa kita adalah islam atau muslim, tetapi kita belum tentu menjadi seorang muslim, karena belum tentu Allah mengakui keislaman kita. Sehingga kita hanya berusaha untuk (mudah-mudahan) menjadi seorang muslim, dan Allah lah yang akan memberikan legalitas kepada kita sebagai seorang muslim atau tidak. Ehm, saya tahu ini akan sangat sensitif dan memancing berbagai tanggapan, dan saya tidak akan memperpanjangnya karena yang membuat saya sangat tertarik bukan judul di atas melainkan tema acara tersebut yaitu “Mencari apa yang benar dan bukan siapa yang benar”. Kalimat ini begitu mengusik pikiran saya sehingga saya bermaksud untuk membuat ulasan dari kalimat ini.
Mencari apa yang benar dan bukan siapa yang benar, secara umum saya setuju dengan kalimat tersebut. Menurut saya, kalimat ini sangat sesuai apabila digunakan dalam konteks kegiatan berdiskusi. Karena yang sering terjadi selama ini ketika berdiskusi, kita seperti mencari siapa yang benar antara pendapat saya, anda, atau yang lain dan bukan mencari apa yang sebenarnya benar. Jadi, tidak mengherankan apabila selama ini kita sering menemukan perselisihan dan perdebatan. Kita hanya sibuk mencari siapa yang benar antara hasil quick count versi prabowo dan versi jokowi, antara PSSI dan MENPORA, antara POLRI dan KPK, antara saya dan yang bertolak belakang dengan pendapat saya, atau antara siapa pun juga. Sekali lagi kita hanya sibuk dengan siapa dan bukan apa. Sabrang (vokalis letto yang tidak lain adalah anak Cak Nun) memberikan ilustrasi dalam video tersebut, jika ada 7 orang diminta untuk menggambar bunga, maka kita akan mendapatkan 7 gambar yang berbeda. Pertanyaannya, dari ketujuh gambar tersebut mana yang benar? Semuanya benar, berdasarkan sudut pandang masing-masing. Terus, apa yang benar? Yang benar adalah bunga itu sendiri, karena bunga itu sendirilah yang paling dapat merepresentasikan dirinya. Dari sini kita dapat melihat, bagaimana jika kita hanya melihat siapa yang benar dan bukan apa, karena kita akan mendapatkan kebenaran yang berbeda berdasarkan sudut pandang masing-masing dan bukan kebenaran itu sendiri. Jadi, temukanlah bunga atau jadilah bunga yang sebenar-benarnya bunga dengan mengumpulkan berbagai sudut pandang sampai kita benar-benar yakin seperti itulah bentuk bunga atau bahkan sampai kita tahu bahwa itulah bunga.
Anda boleh setuju, boleh juga tidak setuju dengan pendapat di atas karena kita sedang mencari apa yang benar dan bukan siapa yang benar. Sebenarnya saya lebih tertarik untuk membahas kebenaran itu sendiri, tetapi mungkin tidak ditulisan saya saat ini, mungkin nanti ditulisan saya selanjutnya. Apa sih arti benar? Dan seperti apa sih yang dikatakan benar? Kita tahu, bahwa sudah banyak sekali teori tentang kebenaran yang berusaha mengungkap kebenaran itu sendiri. Ada kebenaran yang sifatnya relatif, sehingga kita bisa mengatakan, apa yang menurut kita benar belum tentu benar menurut orang lain, tetapi ada juga kebenaran absolut. Ada kebenaran berdasarkan sifatnya dan ada kebenaran berdasarkan tingkatannya. Apa yang kita anggap benar saat ini belum tentu benar di waktu yang akan datang. Dulu manusia meyakini kebenaran bahwa bumi itu datar, tapi seiring berjalannya waktu kemudian kita meyakini bahwa bumi tidak datar melainkan bulat. Saat ini yang diyakini benar adalah sesuatu yang dianggap benar oleh banyak orang, sehingga kita dapat mengatakan ini benar, ini salah. Tetapi persoalannya, apakah yang dianggap benar oleh banyak orang itu adalah benar-benar benar? Ataukah justru yang dianggap salah itu yang benar?, seperti kasus bumi di atas. Apakah selalu yang mayoritas itu benar dan minoritas salah? Ataukah justru tidak selamanya juga mayoritas itu benar karena bisa jadi yang sedikit atau minoritas justru yang benar? Karena pada dasarnya kita manusialah yang menciptakan nilai-nilai dan batasan kebenaran sesuai dengan sudut pandang dan latar belakang masing-masing. Semoga kita dapat membahas ini lebih lanjut dalam tulisan saya selanjutnya. (Senin, 27 April 2015)


Semoga bermanfaat, Assalamu’alaikum Wr, Wb.
0 Comments
0 Comments
Comments