Kehidupan
ini ibarat dua sisi mata uang, terkadang dia lunak namun terkadang juga keras
laksana batu. Kehidupan yang keras tersebut memaksa kita untuk dapat menerima sebuah
realita, realita berupa “kesulitan hidup”. Sebuah realita yang terasa berat
untuk dihadapi. Sebuah realita yang terkadang membuat kita terpuruk dan menjauh
dari kebahagiaan. Berat memang, namun apakah kita akan menyerah begitu saja
tampa adanya sebuah usaha? Apakah kita akan membiarkan kebahagiaan kita tersita
oleh ketidakberdayaan untuk menyikapi sebuah kesulitan? Semua bergantung pada
pilihan kita, pilihan dimana kita akan mebiarkan diri kita larut dan tenggelam dalam
kesulitan ataukah kita
akan bangkit dan menciptakan harapan. Pada dasarnya yang terjadi bukanlah
ketidakberdayaan melainkan ketidakmauan, karena akan selalu ada harapan untuk
sebuah usaha. Dan kebahagiaan akan senantiasa datang pada orang yang mempunyai
harapan dan mau berusaha mencapainya.
Terlepas dari kesulitan apapun yang
kita hadapi dalam hidup ini, pada dasarnya dari segala usaha yang kita lakukan
bermuara pada satu hal yaitu sebuah kebahagiaan. Kebahagiaan akan membuat hidup
kita lebih sempurna, dan kebahagiaan akan membuat hidup ini terasa lebih berarti.
Sehingga cara bijak agar diri kita terlepas dari sebuah kesulitan hidup adalah dengan
menciptakan kebahagiaan. Lantas, bagaimana kita dapat menciptakan kebahagiaan?
Pada hakikatnya, kebahagiaan adalah sebuah pilihan, dan setiap orang mempunyai
cara dan jalan masing-masing untuk mencapainya.
Kehidupan
yang bahagia ditandai dengan ketiadaan rasa takut dan kesedihan hati. Namun
hampir sudah dapat dipastikan tidak ada satupun
manusia di dunia ini yang tidak pernah merasakan takut dan sedih. Keduanya
adalah bagian dari karakter manusia. Hal tersebut dikarenakan manusia
dianugerahi kemampuan untuk mengenang masa lalu dan merencanakan masa depan. Sebuah
kemampuan yang membuatnya berbeda dengan mahluk hidup lainnya. Kemampuan untuk
mengenang masa lalu terkadang membuat manusia merasa takut dan sedih yang
mendalam, sehingga dapat berujung
pada sebuah trauma. Kemudian kemampuannya untuk dapat merencanakan masa depan
terkadang membuatnya cemas (anxiety), atas segala ketidak pastian masa
depannya. Karena sifatnya yang rentan terhadap manusia, bukan berarti hal
tersebut akan membuat kita selalu
diselimuti perasaan takut dan sedih yang
kemudian membuat kita jauh dari kebahagiaan. Hal
ini tergantung dari bagaimana kita membangun cara berpikir dan cara pandang kita.
Terkadang kesedihan dan ketakutan
yang berlebihan dalam menghadapi kesulitan, membuat
kita hanya terpaku pada sebuah penderitaan. Hal ini membuat kita semakin merasa
terpuruk, tak berdaya, dan habis. Membuat kita menjadi semakin jauh dari rasa
syukur. Sehingga cara bijak agar kita dapat terhindar dari sebuah kesedihan dan
ketakutan dalam menghadapi kesulitan adalah dengan berpikir untuk menemukan
kebaikan dan nikmat yang mungkin lebih besar dari kesulitan yang sedang
dihadapi. Dengan demikian, kita tidak akan mempersoalkan penderitaan, lalu
terhindar dari menyalahkan tuhan. Intinya adalah bagaimana kita merubah sudut
pandang kita sehingga sebuah kesulitan tidak akan berujung pada sebuah penderitaan.
Merubah sudut pandang tidak hanya dilakukan dengan
menemukan kebaikan dan nikmat yang lebih besar dari kesulitan yang dihadapi.
Namun, kita juga harus merubah cara pandang kita terhadap kesulitan itu
sendiri. Selama ini selalu ada anggapan bahwa setiap kesulitan akan bermuara
pada sebuah penderitaan, maka kita harus merubahnya, bahwa dibalik kesulitan
pasti ada harapan dan kebermanfaatan. Keberhasilan
kita dalam menghadapi sebuah kesulitan hidup juga sangat bergantung dari
bagaimana cara kita menerima kesulitan itu sendiri. Apakah kita akan
menerimanya dengan kelapangan hati ataukah justru dengan hati yang sempit. Hati
manusia ibarat wadah sedangkan kesedihan atas kesulitan adalah satu bagian dari
isinya. Jadi, jangan jadikan hatimu itu seperti gelas, buatlah laksana telaga
yang mampu meredam setiap kepahitan dan mengubahnya menjadi kebahagiaan. Ibarat
kata garam segenggam akan dapat membuat rasa air segelas menjadi asin, namun
garam segenggam tidak akan mampu merubah rasa air setelaga menjadi asin. Demikian apabila hati
kita dibuat seluas samudera maka kesulitan yang dihadapi akan terasa kecil dan
mudah untuk dihadapi. Kemampuan menerima ini juga akan membentuk kita menjadi
pribadi yang penuh keleluasaan dan keihklasan sehingga akan membuat hati kita
menjadi lebih tenang dan tentram.