“MEWUJUDKAN
INDONESIA BEBAS NARKOBA DENGAN MENGELOLA FAKTOR PENCETUS”
Oleh : Nur
Dhiny Dewantara
Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat-obatan berbahaya.
Selain ‘narkoba’, istilah lain yang sering digunakan adalah ‘napza’ yang
merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat adiktif. Semua
istilah tersebut, mengacu pada sekelompok zat yang mempunyai resiko dapat
menimbulkan kecanduan bagi penggunanya. (Wikipedia Indonesia)
Permasalahan penyalahgunaan obat-obatan terlarang atau narkoba
merupakan permasalahan klasik disamping permasalahan kemiskinan dan korupsi
yang mendera Indonesia. Hal ini sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan
oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) yang bekerja sama dengan Universitas
Indonesia tahun 2008 menunjukkan bahwa ada peningkatan jumlah pengguna narkoba
sebesar 22,7 %. Dari sejumlah 1,1 juta di tahun 2006 menjadi 1,35 juta di tahun
2008. Dan jumlah tersebut meningkat tajam di tahun 2011, sebagaimana
diungkapkan oleh kepala BNN, Gories Mere di situs resmi Badan Narkotika
Nasional (BNN). Beliau mengungkapkan bahwa pengguna narkoba di Indonesia
mencapai 3,81 juta di tahun 2011. Gories Mere juga mengatakan jumlah itu akan
terus bertambah jika penyadaran massal tidak segera dilakukan.
Melihat tingginya angka pengguna narkoba di Indonesia, maka
dirasa perlu adanya sebuah upaya-upaya yang bersifat prefentif agar jumlah
tersebut tidak terus bertambah tiap tahunnya. Namun upaya prefentif terhadap
penyalahgunaan narkoba bukanlah pekerjaan yang mudah. Perlu pemahaman yang
mendalam terkait perilaku penyalahgunaan narkoba, termasuk dengan faktor-faktor
yang melatarbelakangi munculnya perilaku tersebut. Dalam hal ini penulis
membaginya menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu itu
sendiri, meliputi aspek kepribadian, harga diri, dan kepercayaan kepada tuhan
atau agama. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar
diri individu, yang terdiri dari lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan
lingkungan sebaya (peer Group).
Pada hakikatnya, faktor kerpribadian
yang menyebabkan terlibatnya seseorang dalam penyalahgunaan narkoba tidak
berdiri sendiri-sendiri, melainkan merupakan jalinan dari beberapa faktor kepribadian.
Menurut para ahli ada beberapa sifat yang merupakan indikasi dari adanya
kemungkinan terlibat dalam penyalahgunaan narkoba, diantaranya adalah sifat
mudah kecewa, sifat tidak dapat menunggu atau tidak sabar, sifat memberontak,
sifat mengambil resiko berlebihan, dan sifat mudah bosan dan jenuh (utari
Hilman dalam yatim dan irwanto, 1986). Karena sifat-sifat ini memang banyak terdapat
pada masa remaja (periode strum and drang), maka persoalannya adalah bagaimana
menjaga agar sifat-sifat ini tidak berkembang menjadi negatif.
Faktor internal lain yang dapat
melatarbelakangi seseorang terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba adalah harga
diri (self esteem) atau gengsi yang
terlalu tinggi. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh W.R Mitic terhadap sejumlah
pelajar di south Ontario, amerika serikat, membuktikan bahwa terdapat hubungan
antara kebiasaan minum dan tingkat harga diri pada pelajar. Misalnya remaja
yang sedang berkumpul dengan teman-temannya dalam sebuah acara, dimana semuanya
minum minuman beralkohol harga diri remaja yang bersangkutan terpukul karena ia
sendiri yang tidak minum alkohol, sehingga ia pun minum alkohol secara tetap. (sarlito, 2011)
Salah satu faktor lain yang pernah
diteliti adalah kepercayaan terhadap agama. Turner & Willis pernah
menghubungkan kebiasaan mahasiswa dalam menyalahgunakan alkohol dan ganja
dengan pengakuan mereka sendiri tentang keyakinan beragama mereka. Hasil
penelitian Turner cukup menarik, yaitu walaupun kecil, ada kecenderungan bahwa
makin seseorang itu mengaku yakin kepada agama, makin rendah kecenderungannya
terlibat dalam penyalahgunaan alkohol atau ganja. (sarlito, 2011) Ini dimungkinkan
karena hampir semua agama mengajarkan untuk menciptakan hidup sehat dan
melarang pemeluknya untuk bersinggungan dengan hal-hal yang dapat merusak dirinya
sendiri, termasuk narkoba.
Walaupun demikian, tidak berarti
faktor eksternal tidak perlu diwaspadai. Karena tidak menutup kemungkinan bahwa
remaja yang terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba terlebih disebabkan karena
lari dari sebuah keadaan yang menekan dirinya, seperti kondisi keluarga yang
tidak harmonis, prestasi yang menurun, masalah dengan teman, dll. Dapat juga dikarena
adanya bujukan, atau bahkan paksaan (bullying)
teman-teman sebayanya. Karena bagaimanapun tidak dapat dipungkiri bahwa
lingkungan sebaya (peer group) sangat
berpengaruh pada masa remaja. Kerap kali penyalahgunaan narkoba terjadi juga dikarenakan
keadaan lingkungan yang memberikan peluang untuk melakukan penyalahgunaan
narkoba. Seperti halnya lemahnya pengawasan dari orang tua atau masyarakat
sekitar. Hal ini ditambah dengan ketersediaan narkoba yang semakin menjamur dan
semakin mudah didapatkan. Belum lagi minuman beralkohol yang mulai di
perjual-belikan secara bebas di hampir seluruh minimarket di Indonesia. Padahal
kerap kali dikatakan bahwa rokok dan minuman beralkohol adalah pintu gerbang
bagi remaja untuk mencoba obat-obatan yang lebih berbahaya.
Sehingga apabila kita ingin
melakukan pencegahan primer terhadap penyalahgunaan obat-obatan terlarang salah
satu jalannya adalah dengan mengelola atau memenejemen faktor-faktor
pencetusnya. Pertanyaannya adalah bagaimana cara untuk dapat mengelola
faktor-faktor tersebut?banyak cara yang sebenarnya bisa dilakukan, salah
satunya adalah dengan memberikan pelatihan life
skill pada remaja atau pelajar. Meliputi bagaimana menciptakan hidup yang
sehat dan bahagia. Membekali remaja dengan self
management dan membangun kepercayaan terhadap norma dan agama, sehingga
tercipta pelajar yang kuat dan tahan secara mental dan spiritual. Yang menjadi
pokok adalah tidak hanya sekedar bagaimana menghentikan atau mengurangi
keberadaan narkoba melainkan bagaimana membuat individu itu kuat dan tahan
dalam menghadapi goodaannya.
Disamping itu, perlu juga
menciptakan sebuah lingkungan yang mendukung. Dari perlunya kesadaran orang tua
untuk ikut serta menciptakan kondisi yang nyaman dalam keluarga, dengan jalan
penyuluhan ataupun pelatihan. Kemudian disertai dengan andil masyarakat dengan
ikut mengawasi dan menjaga lingkungan agar terhindar dari barang haram ini, hal
ini dapat diwujudkan dengan program desa ataupun kota bebas narkoba.
Selanjutnya adalah dengan menciptakan lingkungan sebaya yang positif. Yaitu dengan
membentuk peer education ataupun peer counseling di lembaga-lembaga
pendidikan yang berperan dalam pendekatan secara langsung dan sekaligus sebagai
bentuk sosialisasi, sehingga diharapkan dapat memberikan dampak positif
terhadap lingkungan sebayanya.
Bagaimanapun pencegahan terhadap
penyalahgunaan narkoba adalah tanggung jawab bersama. Sudah saatnya kita
rapatkan barisan, bergandengan tangan untuk mewujudkan “Indonesia Bebas
Narkoba”.