Hidup terlalu singkat jika hanya menyesal. Hidup hanya sekali, Namun jika digunakan dengan baik, sekali saja sudah cukup.

Tuesday, 26 June 2012

22:28 Posted by dhiny dewantara

“MEWUJUDKAN INDONESIA BEBAS NARKOBA DENGAN MENGELOLA FAKTOR PENCETUS”
Oleh : Nur Dhiny Dewantara


Narkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat-obatan berbahaya. Selain ‘narkoba’, istilah lain yang sering digunakan adalah ‘napza’ yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat adiktif. Semua istilah tersebut, mengacu pada sekelompok zat yang mempunyai resiko dapat menimbulkan kecanduan bagi penggunanya. (Wikipedia Indonesia)
Permasalahan penyalahgunaan obat-obatan terlarang atau narkoba merupakan permasalahan klasik disamping permasalahan kemiskinan dan korupsi yang mendera Indonesia. Hal ini sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional (BNN) yang bekerja sama dengan Universitas Indonesia tahun 2008 menunjukkan bahwa ada peningkatan jumlah pengguna narkoba sebesar 22,7 %. Dari sejumlah 1,1 juta di tahun 2006 menjadi 1,35 juta di tahun 2008. Dan jumlah tersebut meningkat tajam di tahun 2011, sebagaimana diungkapkan oleh kepala BNN, Gories Mere di situs resmi Badan Narkotika Nasional (BNN). Beliau mengungkapkan bahwa pengguna narkoba di Indonesia mencapai 3,81 juta di tahun 2011. Gories Mere juga mengatakan jumlah itu akan terus bertambah jika penyadaran massal tidak segera  dilakukan.
Melihat tingginya angka pengguna narkoba di Indonesia, maka dirasa perlu adanya sebuah upaya-upaya yang bersifat prefentif agar jumlah tersebut tidak terus bertambah tiap tahunnya. Namun upaya prefentif terhadap penyalahgunaan narkoba bukanlah pekerjaan yang mudah. Perlu pemahaman yang mendalam terkait perilaku penyalahgunaan narkoba, termasuk dengan faktor-faktor yang melatarbelakangi munculnya perilaku tersebut. Dalam hal ini penulis membaginya menjadi dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri, meliputi aspek kepribadian, harga diri, dan kepercayaan kepada tuhan atau agama. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri individu, yang terdiri dari lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, dan lingkungan sebaya (peer Group).
            Pada hakikatnya, faktor kerpribadian yang menyebabkan terlibatnya seseorang dalam penyalahgunaan narkoba tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan merupakan jalinan dari beberapa faktor kepribadian. Menurut para ahli ada beberapa sifat yang merupakan indikasi dari adanya kemungkinan terlibat dalam penyalahgunaan narkoba, diantaranya adalah sifat mudah kecewa, sifat tidak dapat menunggu atau tidak sabar, sifat memberontak, sifat mengambil resiko berlebihan, dan sifat mudah bosan dan jenuh (utari Hilman dalam yatim dan irwanto, 1986). Karena sifat-sifat ini memang banyak terdapat pada masa remaja (periode strum and drang), maka persoalannya adalah bagaimana menjaga agar sifat-sifat ini tidak berkembang menjadi negatif.
            Faktor internal lain yang dapat melatarbelakangi seseorang terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba adalah harga diri (self esteem) atau gengsi yang terlalu tinggi. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh W.R Mitic terhadap sejumlah pelajar di south Ontario, amerika serikat, membuktikan bahwa terdapat hubungan antara kebiasaan minum dan tingkat harga diri pada pelajar. Misalnya remaja yang sedang berkumpul dengan teman-temannya dalam sebuah acara, dimana semuanya minum minuman beralkohol harga diri remaja yang bersangkutan terpukul karena ia sendiri yang tidak minum alkohol, sehingga ia pun minum alkohol secara tetap. (sarlito, 2011)
            Salah satu faktor lain yang pernah diteliti adalah kepercayaan terhadap agama. Turner & Willis pernah menghubungkan kebiasaan mahasiswa dalam menyalahgunakan alkohol dan ganja dengan pengakuan mereka sendiri tentang keyakinan beragama mereka. Hasil penelitian Turner cukup menarik, yaitu walaupun kecil, ada kecenderungan bahwa makin seseorang itu mengaku yakin kepada agama, makin rendah kecenderungannya terlibat dalam penyalahgunaan alkohol atau ganja. (sarlito, 2011) Ini dimungkinkan karena hampir semua agama mengajarkan untuk menciptakan hidup sehat dan melarang pemeluknya untuk bersinggungan dengan hal-hal yang dapat merusak dirinya sendiri, termasuk narkoba.
            Walaupun demikian, tidak berarti faktor eksternal tidak perlu diwaspadai. Karena tidak menutup kemungkinan bahwa remaja yang terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba terlebih disebabkan karena lari dari sebuah keadaan yang menekan dirinya, seperti kondisi keluarga yang tidak harmonis, prestasi yang menurun, masalah dengan teman, dll. Dapat juga dikarena adanya bujukan, atau bahkan paksaan (bullying) teman-teman sebayanya. Karena bagaimanapun tidak dapat dipungkiri bahwa lingkungan sebaya (peer group) sangat berpengaruh pada masa remaja. Kerap kali penyalahgunaan narkoba terjadi juga dikarenakan keadaan lingkungan yang memberikan peluang untuk melakukan penyalahgunaan narkoba. Seperti halnya lemahnya pengawasan dari orang tua atau masyarakat sekitar. Hal ini ditambah dengan ketersediaan narkoba yang semakin menjamur dan semakin mudah didapatkan. Belum lagi minuman beralkohol yang mulai di perjual-belikan secara bebas di hampir seluruh minimarket di Indonesia. Padahal kerap kali dikatakan bahwa rokok dan minuman beralkohol adalah pintu gerbang bagi remaja untuk mencoba obat-obatan yang lebih berbahaya.       
            Sehingga apabila kita ingin melakukan pencegahan primer terhadap penyalahgunaan obat-obatan terlarang salah satu jalannya adalah dengan mengelola atau memenejemen faktor-faktor pencetusnya. Pertanyaannya adalah bagaimana cara untuk dapat mengelola faktor-faktor tersebut?banyak cara yang sebenarnya bisa dilakukan, salah satunya adalah dengan memberikan pelatihan life skill pada remaja atau pelajar. Meliputi bagaimana menciptakan hidup yang sehat dan bahagia. Membekali remaja dengan self management dan membangun kepercayaan terhadap norma dan agama, sehingga tercipta pelajar yang kuat dan tahan secara mental dan spiritual. Yang menjadi pokok adalah tidak hanya sekedar bagaimana menghentikan atau mengurangi keberadaan narkoba melainkan bagaimana membuat individu itu kuat dan tahan dalam menghadapi goodaannya.
            Disamping itu, perlu juga menciptakan sebuah lingkungan yang mendukung. Dari perlunya kesadaran orang tua untuk ikut serta menciptakan kondisi yang nyaman dalam keluarga, dengan jalan penyuluhan ataupun pelatihan. Kemudian disertai dengan andil masyarakat dengan ikut mengawasi dan menjaga lingkungan agar terhindar dari barang haram ini, hal ini dapat diwujudkan dengan program desa ataupun kota bebas narkoba. Selanjutnya adalah dengan menciptakan lingkungan sebaya yang positif. Yaitu dengan membentuk peer education ataupun peer counseling di lembaga-lembaga pendidikan yang berperan dalam pendekatan secara langsung dan sekaligus sebagai bentuk sosialisasi, sehingga diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap lingkungan sebayanya.
            Bagaimanapun pencegahan terhadap penyalahgunaan narkoba adalah tanggung jawab bersama. Sudah saatnya kita rapatkan barisan, bergandengan tangan untuk mewujudkan “Indonesia Bebas Narkoba”. 



0 Comments
0 Comments
Comments